Peranap Indragiri Hulu.
Jauh di sudut kota, di antara gubuk reyot dekat TPU, tangis sunyi kehidupan tersembunyi. Di sanalah Ayu, bocah SD yang baru berusia 11 tahun, memanggul beban yang terlampau berat untuk pundak sekecil itu. Ayah telah tiada, meninggalkannya berdua bersama ibu yang kian hari kian renta dan sakit-sakitan. Kehidupan yang seharusnya diisi tawa, kini diisi perjuangan mematikan.
Sejak usia 7 tahun, setelah kepergian ayahnya, Ayu sudah akrab dengan kerasnya aspal jalanan. Di bawah terik mata hari yang membakar, ia menjajakan kerupuk, keripik pisang, atau sekadar tisu, dengan keuntungan yang sungguh tak sebanding dengan risiko. Hanya 500 Rupiah per bungkus, yang harus dikumpulkan sedikit demi sedikit menjadi 5.000 hingga 10.000 Rupiah saja per hari. Angka yang teramat kecil untuk menopang kehidupan.
Setiap hari, sepulang sekolah, tanpa sempat beristirahat, Ayu harus menempuh puluhan kilometer. Ia berjalan kaki di tengah padatnya lalu lintas yang menderu, bahaya selalu mengintai nyawanya. Dalam hati kecilnya, seringkali ia bertanya, “Mengapa harus aku? Aku tak pernah meminta jadi anak yatim yang harus berjuang sekeras ini.”

Saat ditanya untuk apa uang hasil keringatnya itu, jawaban Ayu begitu mengiris hati dan membuat air mata menetes. “Untung jualan ini aku belikan beras untuk makan berdua sama ibu. Kalau lebih, sisanya aku tabung buat beli buku, uang saku, sama seragam…” Suaranya tercekat, mata beningnya berkaca-kaca menahan perih.
Sudah dua tahun ia tak berganti seragam. Seragam merah-putihnya telah pudar menguning, lusuh, dan di sana-sini terlihat sobekan yang ditambal seadanya. Seragam itu adalah penanda bahwa ia masih berjuang untuk sekolah, untuk sebuah masa depan yang tak ingin ia lepaskan.
Ia harus membiarkan rasa lapar menggerogoti perutnya demi memastikan ibunya bisa makan, demi mimpi sederhana untuk tetap bisa duduk di bangku sekolah dengan seragam yang tak membuatnya malu. Ia hanya ingin ibunya sembuh, dan ia tak perlu lagi mempertaruhkan nyawa di jalanan demi selembar lima ratus Rupiah yang sangat berharga. **Bkn – Arifin.













